09 Mei 2014

Santiaji Pemilu Orde Baru

Era Orde Baru atau Orba (1966-1998) telah berlalu dan mungkin mulai terlupakan. Banyak hal yang pada era ini dianggap lumrah, boleh jadi merupakan hal yang sangat tabu pada era tersebut. Umpamanya, kebebasan "memilih" pada saat Pemilihan Umum (Pemilu).

Pada zaman Orde Baru --- semuanya dikondisikan dengan segala cara --- agar pemilu dimenangkan oleh pihak tertentu saja. Salah satu cara ialah dengan "mengarahkan" seluruh pegawai pemerintah, BUMN, BUMD yang pada saat itu berada dibawah naungan Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI). Pengarahan tersebut dikenal dengan istilah "SANTIAJI". Kata "santiaji" itu sendiri berarti "pengarahan". 

Menjelang PEMILU -- seluruh anggota KORPRI suatu institusi, lengkap dengan anggota keluarga -- dikumpulkan di sebuah aula / ruang rapat besar. Pokoknya meriah dan ceria! Lalu para pimpinan -- terkadang mengundang tokoh Nasional -- akan memberikan pengarahan yang betul-betul bersifat umum dan dengan nada yang relatif "netral"/ "tidak jelas". Umpamanya, kita harus bersyukur karena pembangunan telah sukses. Kita harus turut bertanggung-jawab, agar pembangunan tetap sukses, dst... Bagi yang tidak mengerti konteks pengarahan, pasti akan terbengong-bengong. Namun pada kenyataannya -- baik peserta mau pun pemberi santiaji -- tahu sama tahu apa maksud dari pertemuan tersebut!

Prosesi santiaji, dilanjutkan dengan pelatihan / simulasi mencoblos Pemilu. Simulasi dinyatakan "SUKSES", jika semua (100%) memilih YOU KNOW WHO. Jika belum SUKSES, simulasi akan diulang! Namun, karena tahu-sama-tahu, biasanya peserta mensukseskan simulasi Pemilu karena ingin cepat pulang. Apa lagi sudah mendapat amplop biaya transportasi plus kantong sembako ala kadarnya.

Mensukseskan pemilu merupakan hal yang sangat serius bagi para pimpinan. Kegagalan dapat merupakan malapetaka bagi semua. Mulai dari anggaran yang dipotong, mutasi pimpinan "yang gagal", penundaan promosi, bahkan hingga pemecatan! Menjelang hari "H", apabila berpapasan dengan pimpinan, dengan serta merta pimpinan akan berkata (mengingatkan): "Jangan lupa, ya!". Lupa apa, tuh?

Agar semua berjalan "AMAN" dan "TERKENDALI", para pegawai KORPRI mendapat "kemudahan" yaitu melaksanakan pemilu di kantor masing-masing plus uang transport. Cara ini memudahkan penelusuran pihak-pihak yang tidak mensukseskan pemilu. Begitulah, sekilas info "TEROR PSIKIS SANTIAJI" pada zaman Orde Baru.


Foto Arsip












DISCLAIMER


This is HOW Me Do IT! Grrr... this blog memo is mainly written for OWN PURPOSES. This post is based on "Google There, Google Here, Try That, Try This, Then Ask". Whether this is PLAGIARY or RESEARCH, there has never been a claim that this is an original work, nor is it necessarily the best solution, and not for Scopus consumption :). Please provide feedback, especially if you have alternative explanations. Hopefully, this note will be helpful in the future when you have forgotten how to solve this trivia problem.


DISKLAIMER


INIlah yang KUlakukan! Grrr... memo blog ini terutama ditulis untuk KEPERLUAN SENDIRI. Tulisan ini berbasis "Google Sana, Google Sini, Coba Itu, Coba Ini, Lalu Tanya-tanyi". Entah ini PLAGIAT, entah ini RISET, yang jelas tidak pernah ada klaim bahwa ini merupakan karya asli, serta belum tentu pula merupakan solusi terbaik, serta bukan untuk konsumsi Scopus :). Mohon kiranya memberikan tanggapan, terutama jika memiliki solusi alternatif. Semoga catatan ini akan bermanfaat di masa mendatang, saat sudah lupa cara menyelesaikan masalah trivia ini.

Qapla!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar