Pertama-tama, saya BUKAN penggemar Privacy Sh*t buatan European Union. Setelah beratus tahun mencoba mendominasi dan merusak dunia, kini komplotan European Union berusaha memaksakan kebijaksanaan internet mereka terhadap dunia! Kalau mau privacy, ya JANGAN menggunakan Internet, titik!
Yang membuat saya memutuskan untuk tidak lagi menggunakan WhatsApp ialah:
Pemilik WhatsApp yang baru mengabaikan ketentuan lama dari pemilik lama.
Pemilik WhatsApp yang baru dengan sombongnya mengatakan: "Take It" or "Leave It". OK, I will leave it! Sialan betul kau, SuckerBug!
Now What?
Apakah ada alternatif senyaman WhatsApp? Ternyata tidak! Setelah GSGS (Google Sana, Google Sini), pilihan jatuh antara Signal dan Telegram. Kedua APP tersebut, TIDAK senyaman WhatsApp. Oh MAAP ya, Palapa tidak masuk pertimbangan karena hingga saat ini, TIDAK banyak yang menggunakan. Atau tepatnya, tidak banyak yang berada dalam daftar CONTACT saya yang menggunakan Palapa.
Walau pun katanya Signal sangat mengutamakan privacy, ternyata saya tidak menemukan cara untuk memfilter SPAM yang berasal dari SMS. Ini menyebabkan saya tidak akan memasang Signal pada ponsel utama.
Lalu, ditemukan banyak sekali ketidak-nyamanan pada Telegram. Sebagian karena tidak biasa, sebagian karena rancangan Telegram memang begitu. Hal yang paling menjengkelkan ialah LAMBATNYA pengiriman berkas lampiran seperti foto.
Untuk sementara waktu, saya masih akan menggunakan satu akun WhatsApp karena masih ada beberapa "tetua"/"kerabat" yang belum menggunakan Telegram.
This is HOW Me Do IT!
Grrr... memo blog ini terutama ditulis untuk KEPERLUAN SENDIRI. Tulisan ini berbasis "Google Sana, Google Sini, Coba Itu, Coba Ini, Lalu Tanya-tanyi". Entah ini PLAGIAT, entah ini RISET, yang jelas tidak pernah ada klaim bahwa ini merupakan karya asli, serta belum tentu pula merupakan solusi terbaik, serta bukan untuk konsumsi Scopus :). Mohon kiranya memberikan tanggapan, terutama jika memiliki solusi alternatif. Semoga catatan ini akan bermanfaat di masa mendatang, saat sudah lupa cara menyelesaikan masalah trivia ini.
Bloatware! Ya, bloatware merupakan penyakit kronis dari berbagai jenis ponsel, dari yang "murah meriah" hingga yang "premium". Masalah "bloatware" ini menyebabkan saya merencanakan untuk tidak lagi menjadi pengguna ponsel Redmi.
Android One merupakan seri ponsel yang diantaranya "menjanjikan" bebas bloatware. Hanya saja ponsel "standar/asli" Android ini, justru tidak banyak diproduksi! Selain itu, harganya relatif lebih mahal dibandingkan telepon murah-meriah seperti Redmi. Setelah GSGS (Google Sana, Google Sini), akhirnya menghasilkan pilihan antara Nokia 5.3 dan Nokia 5.4. Masing-masing, memiliki kelebihan tersendiri,
Akhirnya, memutuskan untuk membeli Nokia 5.3. Pertimbangannya, ialah telepon ini sudah beredar satu tahun sehingga seharusnya tidak ada lagi "bugs awal".
Nokia 5.3
Satu-satunya keluhan ialah sebelum ini belum pernah memiliki ponsel "PANJANG" 6.55 inch. Akibatnya, tidak muat dalam "tray" yang biasanya saya gunakan untuk meletakkan ponsel. Tidak seperti Redmi, baterenya hanya 4000 mAh. Namun itu cukup untuk saya yang rata-rata hanya menggunakan 20-30% batere per hari.
Apakah ini merupakan Nokia saya yang pertama? Bukan! Sebelum menjadi pengguna Blackberry (terakhir seri Q5/Android), saya pernah memiliki Nokia 5110 yang pada zamannya sering dijuluki sebagai "HP sejuta umat". Sebelumnya, juga pernah menggunakan Siemens C25.
DISKLAIMER
This is HOW Me Do IT!
Grrr... memo blog ini terutama ditulis untuk KEPERLUAN SENDIRI. Tulisan ini berbasis "Google Sana, Google Sini, Coba Itu, Coba Ini, Lalu Tanya-tanyi". Entah ini PLAGIAT, entah ini RISET, yang jelas tidak pernah ada klaim bahwa ini merupakan karya asli, serta belum tentu pula merupakan solusi terbaik, serta bukan untuk konsumsi Scopus :). Mohon kiranya memberikan tanggapan, terutama jika memiliki solusi alternatif. Semoga catatan ini akan bermanfaat di masa mendatang, saat sudah lupa cara menyelesaikan masalah trivia ini.
This is HOW Me Do IT!
Grrr... memo blog ini terutama ditulis untuk KEPERLUAN SENDIRI. Tulisan ini berbasis "Google Sana, Google Sini, Coba Itu, Coba Ini, Lalu Tanya-tanyi". Entah ini PLAGIAT, entah ini RISET, yang jelas tidak pernah ada klaim bahwa ini merupakan karya asli, serta belum tentu pula merupakan solusi terbaik, serta bukan untuk konsumsi Scopus :). Mohon kiranya memberikan tanggapan, terutama jika memiliki solusi alternatif. Semoga catatan ini akan bermanfaat di masa mendatang, saat sudah lupa cara menyelesaikan masalah trivia ini.
This is HOW Me Do IT!
Grrr... memo blog ini terutama ditulis untuk KEPERLUAN SENDIRI. Tulisan ini berbasis "Google Sana, Google Sini, Coba Itu, Coba Ini, Lalu Tanya-tanyi". Entah ini PLAGIAT, entah ini RISET, yang jelas tidak pernah ada klaim bahwa ini merupakan karya asli, serta belum tentu pula merupakan solusi terbaik, serta bukan untuk konsumsi Scopus :). Mohon kiranya memberikan tanggapan, terutama jika memiliki solusi alternatif. Semoga catatan ini akan bermanfaat di masa mendatang, saat sudah lupa cara menyelesaikan masalah trivia ini.
This is HOW Me Do IT!
Grrr... memo blog ini terutama ditulis untuk KEPERLUAN SENDIRI. Tulisan ini berbasis "Google Sana, Google Sini, Coba Itu, Coba Ini, Lalu Tanya-tanyi". Entah ini PLAGIAT, entah ini RISET, yang jelas tidak pernah ada klaim bahwa ini merupakan karya asli, serta belum tentu pula merupakan solusi terbaik, serta bukan untuk konsumsi Scopus :). Mohon kiranya memberikan tanggapan, terutama jika memiliki solusi alternatif. Semoga catatan ini akan bermanfaat di masa mendatang, saat sudah lupa cara menyelesaikan masalah trivia ini.
Jika mengalami masalah saat install Debian (ISO) atau import Debian (OVA) pada VirtualBox, langkah pertama ialah memeriksa apakah berkas ISO atau OVA yang digunakan sama dengan yang aslinya. Mungkin saja, berkas tersebut mengalami perubahan saat download.
Terlihat bahwa hasil sha256sum berkas OVA sama dengan isi berkas README.
DISKLAIMER
This is HOW Me Do IT!
Grrr... memo blog ini terutama ditulis untuk KEPERLUAN SENDIRI. Tulisan ini berbasis "Google Sana, Google Sini, Coba Itu, Coba Ini, Lalu Tanya-tanyi". Entah ini PLAGIAT, entah ini RISET, yang jelas tidak pernah ada klaim bahwa ini merupakan karya asli, serta belum tentu pula merupakan solusi terbaik, serta bukan untuk konsumsi Scopus :). Mohon kiranya memberikan tanggapan, terutama jika memiliki solusi alternatif. Semoga catatan ini akan bermanfaat di masa mendatang, saat sudah lupa cara menyelesaikan masalah trivia ini.
This is HOW Me Do IT!
Grrr... memo blog ini terutama ditulis untuk KEPERLUAN SENDIRI. Tulisan ini berbasis "Google Sana, Google Sini, Coba Itu, Coba Ini, Lalu Tanya-tanyi". Entah ini PLAGIAT, entah ini RISET, yang jelas tidak pernah ada klaim bahwa ini merupakan karya asli, serta belum tentu pula merupakan solusi terbaik, serta bukan untuk konsumsi Scopus :). Mohon kiranya memberikan tanggapan, terutama jika memiliki solusi alternatif. Semoga catatan ini akan bermanfaat di masa mendatang, saat sudah lupa cara menyelesaikan masalah trivia ini.
Ukuran kuota bebas penyimpanan Google cukup besar yaitu 15 GB. Cepat atau lambat, mungkin anda akan mencapai batas kuota tersebut. Penyimpanan yang biasanya tumbuh ialah Gmail (dan nantinya Google Photos). Fokus tulisan ini ialah Gmail. Kuota penyimpanan dapat dilihat di bagian bawah dari penampilah Gmail anda.
Jika klik informasi kuota tersebut, maka muncul penjelasan lebih rinci komposisi pemanfaatan penyimpanan tersebut.
Terlihat, bahwa kuota dibagi bersama dengan:
Google Drive,
Gmail, dan
Google Photos.
Selain itu, mungkin juga masih mesti berbagi dengan akun Android anda.
Apa yang dapat dilakukan jika kuota Google habis? Pertama, membeli kuota tambahan. Kedua, mereduksi isi penyimpanan Google anda.
Terdapat berbagai cara mereduksi ukuran penyimpanan. Cara yang paling sederhana ialah menghapus email-email yang paling tua. Pilih "All Mail" lalu sortir email berdasarkan email yang paling tua (Oldest).
Selanjutnya, silakan pilih berapa banyak email lama yang ingin dihapus.
Dalam contoh ini, "terlihat" kumpulan email (bohongan) dari tahun 1994 dan 1995 yang lalu. Silakan anda pilih (Select All), maka 100 email PALING TUA akan dihapus.
Tentu saja ada 1001 cara lain! Umpamanya, dengan menggunakan "Search". Cari saja email dengan kata kunci "before:1996"; maka akan muncul daftar semua email sebelum 1996.
Sekali lagi, ada 1001 pilihan "Search" pada Google. Umpamanya, cari semua email sebelum tahun 2018 yang ukuran lampirannya di atas 128 kbyte.
Dan seterusnya. Silakan mencoba!
DISKLAIMER
This is HOW Me Do IT! Grrr... memo blog ini terutama ditulis untuk KEPERLUAN SENDIRI. Tulisan ini berbasis "Google Sana, Google Sini, Coba Itu, Coba Ini, Lalu Tanya-tanyi". Entah ini PLAGIAT, entah ini RISET, yang jelas tidak pernah ada klaim bahwa ini merupakan karya asli, serta belum tentu pula merupakan solusi terbaik, serta bukan untuk konsumsi Scopus :). Mohon kiranya memberikan tanggapan, terutama jika memiliki solusi alternatif. Semoga catatan ini akan bermanfaat di masa mendatang, saat sudah lupa cara menyelesaikan masalah trivia ini.
Baru-baru ini, seorang warga Kalifornia --- Aaron Epstein --- mengirim komplain ke penyelenggara internet AT&T melalui iklan di harian Wall Street Journal. Untuk itu, yang bersangkutan membayar $ 10000. Wow!
Saya tidak punya duit sebanyak itu, euy! Jadi, komplainnya melalui blog saja, ya!
Untuk Tempo Yang Mana?
Untuk semuanya: Koran, Majalah, Web, App, et al.
KOMPLAIN #1: Jadwal terbit Koran Tempo tidak janji
Maunya sih, saya membaca koran setelah sholat Subuh. Sampai sekarang, saya tidak pernah tahu, jadwal terbit Koran Tempo.
KOMPLAIN #2: Tata Letak APP Tempo
2a) Berikut tata letak APP Tempo (17 Feb 2021). Kita akan disambut dengan halaman "PILIHAN ANDA" yang penuh gambar mati.
(18 Feb 2021) Ternyata berita pilihan kosong terjadi karena kategori berita yg dipilih sebagian sdh tidak update.
Setelah update, muncul kembali.
Terimakasih banyak untuk bapak Jajang Jamaludin (Tempo) atas bantuannya.
2b) Laman berikutnya merupakan Financial Times yang berisi berita basi 2 minggu lalu (30 Jan 2021)!
2c) Laman berikutnya, ialah Majalah Tempo. Padahal terbitnya setiap minggu.
2d) Baru, koran Tempo
KOMPLAIN #3: Navigasi
Secara umum, navigasi Tempo buruk sekali dibandingkan penerbitan luar negeri. Hal ini menyulitkan untuk KEMBALI ketempat semula (untuk melanjutkan pembacaan). Sekali-sekali, bandingkanlah Tempo dengan penerbit lainnya.
KOMPLAIN #4: Screen Capture
Apa manfaatnya mematikan "Screen Capture" selain membuat jengkel para pembaca APP ponsel?! Saya memahami TUJUAN dari screen capture tersebut. Pertanyaannya, apakah tujuan tersebut dapat tercapai? Bagaimana caranya mematikan screen capture PC?
Screen Capture Dari PC (18 Feb 2021)
KOMPLAIN #5: Quality Control (QC) / Proof Read
Apa salahnya, jika QC ditingkatkan. Dahulu saya masih suka memberitahukan Tempo. Tapi lama-lama, cape deh! Lihat juga trilogi pertama.
KOMPLAIN #6: Head Line Sensasional
Saya dapat memaklumi head line sensasional pada penerbitan kertas (agar laku). Namun, janganlah sensasional pada penerbitan berbayar! Sudah banyak penerbit sensasional yang tidak bayar untuk hal tersebut.
KOMPLAIN #7: KEBERPIHAKAN
Saya memahami bahwa Tempo memiliki pandangan dan keberpihakan tertentu. Namun jangan ditampilkan di penerbitan berbayar, dong! Buatlah berita yang seimbang. Jangan berita yang hanya berisi opini dari seorang "pengamat abal-abal" (plus head line sensasional).
Mari kita baca komentar-komentar pada APP Android Tempo:
(RS) The reason I give "1" star because it is not possible to give "0" star.
(ZS) Tempo intended to provide false provocative news then made corrections with another false report.
(DA) The app still slow response because of too many ads.
(A) Wish I could give lower than "1" star.
(PS) Tempo used to be a credible investigative reporting media.
(AAA) The current Tempo is too commercially inclined and no longer a neutral entity with the "cover-both-sides" principle.
(CY) Shocked by the cover lately, seems like pretty much subjective and cheap.
Etc.
KOMPLAIN #8: KONTAK TIDAK AKURAT
Beberapa nomor-nomor berikut sudah LAMA SEKALI tidak berfungsi.
Katanya bapak Jajang Jamaludin (Tempo), nomor 0882-1030-2525 dan 0877-1146-002 sudah tidak aktif. Terimakasih banyak.
Sudah lama Tempo tahu masalah ini! Masalahnya, berapa lama lagi diperlukan hingga App Versi 1.1.67 TEMPO tersebut di-update? Mari kita cek secara berkala:
19 Feb 2021 (App Version 1.1.67): masih belum.
25 Feb 2021 (App Version 1.1.67): masih belum.
10 Mar 2021 (App Version 1.1.67): masih belum.
CEPE DEH!
KOMPLAIN #9: Customer Service: Hanya Ya atau Tidak?!
Setiap kali setelah kontak "Customer Service", akan ditanya: "Bagaimana penilaian Anda terhadap dukungan yang Anda terima?". Hanya saja, hanya disediakan dua jawaban:
1) Bagus, saya puas
2) Buruk, saya tidak puas
Bagaimana kalau saya ingin menjawab berbeda?
KOMPLAIN #10: APP ANDROID TIDAK PERNAH DIUPDATE
Sudah bertahun-tahun, APP TEMPO tidak dapat memproses karakter " " (NON-BREAKING SPACE). Dan, dibiarkan saja.
CONTOH
Lalu, seperti apa yang saya inginkan?
Reuters TV. Sekali-sekali tontonlah ini untuk lebih memahami apa yang saya maksud.
Washington Post. Ini baru lumayan, buat foya-foya, kalau di Nirwana, cihuy!
PENUTUP
Yang tidak jelas, apakah Tempo TIDAK MAMPU atau TIDAK MAU memperbaiki diri. Namun, apa bedanya.
DISKLAIMER
This is HOW Me Do IT!
Grrr... memo blog ini terutama ditulis untuk KEPERLUAN SENDIRI. Tulisan ini berbasis "Google Sana, Google Sini, Coba Itu, Coba Ini, Lalu Tanya-tanyi". Entah ini PLAGIAT, entah ini RISET, yang jelas tidak pernah ada klaim bahwa ini merupakan karya asli, serta belum tentu pula merupakan solusi terbaik, serta bukan untuk konsumsi Scopus :). Mohon kiranya memberikan tanggapan, terutama jika memiliki solusi alternatif. Semoga catatan ini akan bermanfaat di masa mendatang, saat sudah lupa cara menyelesaikan masalah trivia ini.
Zaman membeli koran/majalah di pinggir jalan telah lama berlalu! Dahulu, di setiap simpang lampu merah yang padat, terdapat puluhan penjual! Dalam setiap jalur saja terkadang ada dua penjual: satu dekat lampu merah dan yang satu lagi di ujung jauh. Jadi pada jalan dengan tiga jalur, berpotensi ada hingga 3 x 2 x 4 = 24 penjaja! Tentu saja dapat dimaklumi, jika judul muka (headline) dibuat sensasional agar menarik perhatian.
Saya SANGAT TIDAK SENANG dengan judul-judul sensasional, pendapat satu pihak, dan tidak jelas, apa lagi kalau HARUS MEMBAYAR untuk itu. Internet itu sudah penuh dengan CLICK BAIT seperti itu, tanpa harus membayar. Saya juga SANGAT TIDAK SENANG jika BACAAN YANG SAYA BAYAR, sering BERPIHAK pada sebuah opini / faham dari PENERBIT tersebut. Belum lagi, jika QC (Quality Control) yang amburadul tanpa pernah ada upaya perbaikan yang nyata. Kalau ada penerbit berkualitas Washington Post dan/ atau Reuters.TV; mengapa saya harus mendukung penerbit berbayar yang tidak mau berbenah?
Orang tua saya (dahulu) berlangganan Tempo sejak awal terbit di tahun 1970an. Saya (dahulu) membeli koran Tempo di pinggir jalan. Saya (sekarang) berlangganan koran Tempo digital hingga 27 Agustus 2023.
NAMUN, jika tidak ada kemajuan/perubahan nyata... kita lihat saja nanti!
DISKLAIMER
This is HOW Me Do IT!
Grrr... memo blog ini terutama ditulis untuk KEPERLUAN SENDIRI. Tulisan ini berbasis "Google Sana, Google Sini, Coba Itu, Coba Ini, Lalu Tanya-tanyi". Entah ini PLAGIAT, entah ini RISET, yang jelas tidak pernah ada klaim bahwa ini merupakan karya asli, serta belum tentu pula merupakan solusi terbaik, serta bukan untuk konsumsi Scopus :). Mohon kiranya memberikan tanggapan, terutama jika memiliki solusi alternatif. Semoga catatan ini akan bermanfaat di masa mendatang, saat sudah lupa cara menyelesaikan masalah trivia ini.
Gr.... semakin lama menggunakan Ubuntu, semakin ingin berpisah! Banyak "kejutan" muncul, setelah pindah dari 18.04 ke 20.04!
Problem terakhir ialah, (sepertinya) GIMP (snap) tidak dapat membaca / menulis ke directory yang di luar $HOME? Ini termasuk folder yang dibentuk dengan symbolic link!
Gr... masih belum berhasil setelah beberapa kali Google Sana, Google sini!
DISKLAIMER
This is HOW Me Do IT!
Grrr... memo blog ini terutama ditulis untuk KEPERLUAN SENDIRI. Tulisan ini berbasis "Google Sana, Google Sini, Coba Itu, Coba Ini, Lalu Tanya-tanyi". Entah ini PLAGIAT, entah ini RISET, yang jelas tidak pernah ada klaim bahwa ini merupakan karya asli, serta belum tentu pula merupakan solusi terbaik, serta bukan untuk konsumsi Scopus :). Mohon kiranya memberikan tanggapan, terutama jika memiliki solusi alternatif. Semoga catatan ini akan bermanfaat di masa mendatang, saat sudah lupa cara menyelesaikan masalah trivia ini.
This is HOW Me Do IT!
Grrr... memo blog ini terutama ditulis untuk KEPERLUAN SENDIRI. Tulisan ini berbasis "Google Sana, Google Sini, Coba Itu, Coba Ini, Lalu Tanya-tanyi". Entah ini PLAGIAT, entah ini RISET, yang jelas tidak pernah ada klaim bahwa ini merupakan karya asli, serta belum tentu pula merupakan solusi terbaik, serta bukan untuk konsumsi Scopus :). Mohon kiranya memberikan tanggapan, terutama jika memiliki solusi alternatif. Semoga catatan ini akan bermanfaat di masa mendatang, saat sudah lupa cara menyelesaikan masalah trivia ini.
Karena satu dan lain hal, jika gimp tiba-tiba menolak untuk "Crop to Selection":
Perhatikan pilihan berikut "Select Tool" berikut:
Kalau posisinya pada "Ellipse Select Tool", ubah menjadi "Rectangle Select".
Seharusnya anda bisa "Crop to Selection" kembali.
DISKLAIMER
This is HOW Me Do IT!
Grrr... memo blog ini terutama ditulis untuk KEPERLUAN SENDIRI. Tulisan ini berbasis "Google Sana, Google Sini, Coba Itu, Coba Ini, Lalu Tanya-tanyi". Entah ini PLAGIAT, entah ini RISET, yang jelas tidak pernah ada klaim bahwa ini merupakan karya asli, serta belum tentu pula merupakan solusi terbaik, serta bukan untuk konsumsi Scopus :). Mohon kiranya memberikan tanggapan, terutama jika memiliki solusi alternatif. Semoga catatan ini akan bermanfaat di masa mendatang, saat sudah lupa cara menyelesaikan masalah trivia ini.
Terkadang keluaran VirtualBox tidak dapat ditangkap dengan tombol Print Screen. Untuk itu, diperlukan sedikit perubahan pada VirtualBox:
Pada VirtualBox Manager, lakukan:
File --> Preferences --> Input
Kemudian, hapus pilihan (deselect) "Auto Capture Keyboard" pada pojok kiri bawah.
DISKLAIMER
This is HOW Me Do IT!
Grrr... memo blog ini terutama ditulis untuk KEPERLUAN SENDIRI. Tulisan ini berbasis "Google Sana, Google Sini, Coba Itu, Coba Ini, Lalu Tanya-tanyi". Entah ini PLAGIAT, entah ini RISET, yang jelas tidak pernah ada klaim bahwa ini merupakan karya asli, serta belum tentu pula merupakan solusi terbaik, serta bukan untuk konsumsi Scopus :). Mohon kiranya memberikan tanggapan, terutama jika memiliki solusi alternatif. Semoga catatan ini akan bermanfaat di masa mendatang, saat sudah lupa cara menyelesaikan masalah trivia ini.
Terkadang, ada masalah dependencies pada paket installasi. Umpamanya pada paket "Brackets.Release.1.14.1.64-bit.deb" masih tergantung pada paket "libcurl3". Padahal, paket tersebut sudah diganti dengan "libcurl4".
This is HOW Me Do IT!
Grrr... memo blog ini terutama ditulis untuk KEPERLUAN SENDIRI. Tulisan ini berbasis "Google Sana, Google Sini, Coba Itu, Coba Ini, Lalu Tanya-tanyi". Entah ini PLAGIAT, entah ini RISET, yang jelas tidak pernah ada klaim bahwa ini merupakan karya asli, serta belum tentu pula merupakan solusi terbaik, serta bukan untuk konsumsi Scopus :). Mohon kiranya memberikan tanggapan, terutama jika memiliki solusi alternatif. Semoga catatan ini akan bermanfaat di masa mendatang, saat sudah lupa cara menyelesaikan masalah trivia ini.
Saya menginstall-ulang UBUNTU setiap dua tahun, yaitu 8 bulan setelah LTS beredar. Kini saatnya upgrade ke Ubuntu 20.04. Keunggulan install ulang ada dua:
ternyata lebih cepat daripada upgrade (dari 18.04).
sekalian bersih-bersih paket-paket yang tidak dimanfaatkan.
Namun salah satu masalah ialah harus melakukan setting ulang/ modifikasi hal-hal yang spesifik. Diantaranya, agar ada nama hari pada bar tanggalan.
Caranya ialah:
gsettings set org.gnome.desktop.interface clock-show-weekday true
gsettings set org.gnome.desktop.interface clock-show-seconds true
This is HOW Me Do IT!
Grrr... memo blog ini terutama ditulis untuk KEPERLUAN SENDIRI. Tulisan ini berbasis "Google Sana, Google Sini, Coba Itu, Coba Ini, Lalu Tanya-tanyi". Entah ini PLAGIAT, entah ini RISET, yang jelas tidak pernah ada klaim bahwa ini merupakan karya asli, serta belum tentu pula merupakan solusi terbaik, serta bukan untuk konsumsi Scopus :). Mohon kiranya memberikan tanggapan, terutama jika memiliki solusi alternatif. Semoga catatan ini akan bermanfaat di masa mendatang, saat sudah lupa cara menyelesaikan masalah trivia ini.
This is HOW Me Do IT!
Grrr... memo blog ini terutama ditulis untuk KEPERLUAN SENDIRI. Tulisan ini berbasis "Google Sana, Google Sini, Coba Itu, Coba Ini, Lalu Tanya-tanyi". Entah ini PLAGIAT, entah ini RISET, yang jelas tidak pernah ada klaim bahwa ini merupakan karya asli, serta belum tentu pula merupakan solusi terbaik, serta bukan untuk konsumsi Scopus :). Mohon kiranya memberikan tanggapan, terutama jika memiliki solusi alternatif. Semoga catatan ini akan bermanfaat di masa mendatang, saat sudah lupa cara menyelesaikan masalah trivia ini.
DO NOT TEXT / CALL ME at 0881 XXX XXXX. And never ever text / call me at 0812 XXX XXXX nor 08111 XXXXXX nor 0888 XXXXXX.
May the fork() be with you!
DISKLAIMER
This is HOW Me Do IT!
Grrr... memo blog ini terutama ditulis untuk KEPERLUAN SENDIRI. Tulisan ini berbasis "Google Sana, Google Sini, Coba Itu, Coba Ini, Lalu Tanya-tanyi". Entah ini PLAGIAT, entah ini RISET, yang jelas tidak pernah ada klaim bahwa ini merupakan karya asli, serta belum tentu pula merupakan solusi terbaik, serta bukan untuk konsumsi Scopus :). Mohon kiranya memberikan tanggapan, terutama jika memiliki solusi alternatif. Semoga catatan ini akan bermanfaat di masa mendatang, saat sudah lupa cara menyelesaikan masalah trivia ini.